Lokasi saat ini:BetFoodie Lidah Indonesia > Resep
Menelaah tren "doom spending" Gen Z sebagai motor penggerak ekonomi
BetFoodie Lidah Indonesia2025-11-05 14:15:15【Resep】033 orang sudah membaca
PerkenalanIlustrasi - Belanja kebutuhan hewan peliharaan secara daring. ANTARA/HO-Pet123 Indonesia.fenomena do

fenomena doom spending menuntut adanya kebijakan publik yang proaktif, baik melalui regulasi industri keuangan maupun program literasi yang terarah, agar manfaat konsumsi tetap terjaga tanpa harus mengorbankan stabilitas keuangan generasi mendatang
Jakarta (ANTARA) - Di saat banyak pengamat ekonomi meramalkan kelesuan konsumsi ketika kengakpastian global meningkat, muncul paradoks baru: generasi muda atau Gen Z yang menunjukkan kecenderungan menghabiskan uang lebih, sebuah fenomena yang populer disebut doom spending.
Istilah ini memotret perilaku konsumtif yang lahir dari rasa ngak menentu terhadap masa depan; alih-alih menabung banyak untuk jaminan kelak, sebagian orang memilih "menikmati hari ini" sebagai bentuk pelampiasan, penghiburan, atau pernyataan identitas.
Fenomena itu ngak hanya soal psikologi individu. Dalam skala makro, dorongan pengeluaran ini memberi napas baru pada rantai nilai ekonomi yang menyuntikkan permintaan ke sektor riil, digital, dan kreatif yang sedang tumbuh.
Doom spending adalah perilaku konsumsi berlebihan atau impulsif ketika individu merasa masa depan suram atau penuh kengakpastian. Ini berbeda dari konsumsi normal karena motifnya lebih kuat terkait pelarian emosional, copingterhadap stres, atau mencari kepuasan instan di tengah kecemasan kolektif.
Gen Z sebagai generasi yang lahir antara pertengahan 1990-an hingga awal 2010-an adalah generasi yang paling sering dikaitkan dengan pola ini karena kombinasi beberapa faktor: keterpaparan informasi (seringkali negatif) lewat media sosial; kengakpastian pekerjaan dan karier di era disrupsi; beban biaya hidup di kota besar; serta budaya digital yang memfasilitasi belanja cepat.
Penjelasan ini didukung oleh kajian McKinsey internasional yang menemukan Gen Z lebih rentan melakukan doom spending dibanding kelompok usia yang lebih tua.
Namun demikian, banyak juga Gen Z yang menerapkan strategi finansial kreatif yaitu sebagian mempraktikkan “loud budgeting”, “soft savings”, atau menabung lewat investasi kecil sehingga akhirnya tren doom spending yang terjadi muncul berdampingan dengan literasi baru.
Untuk itu diperlukan penguatan literasi yang memadai mengenai instrumen dan pilihan agar menikmati hari ini tanpa mengorbankan masa depan. Dengan demikian, Gen Z bukan hanya konsumen impulsif yang menambah angka penjualan, tapi mereka bisa menjadi agen perubahan ekonomi yang mendorong inovasi, memperkaya budaya usaha lokal, dan membantu bangsa melewati kengakpastian dengan daya tahan yang lebih baik.
Baca juga: Siasat mengatasi "doom spending" menurut psikolog
1234Tampilkan SemuaSuka(4)
Artikel Terkait
- BPKH: Pelaku usaha RI berpeluang garap 30 persen ekosistem haji
- Realisasi investasi triwulan III di Sumut capai Rp42,36 triliun
- BGN perkuat kapasitas penjamah pangan tingkatkan kualitas MBG
- Kaya antioksidan, ini 8 manfaat black garlic bagi kesehatan tubuh
- Hujan di Jakarta mengandung mikroplastik, BRIN ingatkan polusi langit
- Nikita Mirzani divonis empat tahun penjara dan denda Rp1 miliar
- Sompo Insurance dukung UMKM lewat perlindungan kesehatan masyarakat
- Perpaduan Roti dan Pengobatan Tradisional China Makin Populer di China
- Kudus didukung 21 SPPG untuk program MBG
- BGN tegaskan menu MBG ngak boleh gunakan bahan pabrikan
Resep Populer
Rekomendasi

Apindo soroti sektor riil dalam negeri yang masih belum optimal

Tokoh muda inspiratif Indonesia di Hari Sumpah Pemuda 2025

Kemenag: 5.623 peserta didik madrasah Batam terima manfaat Program MBG

Realisasi investasi triwulan III di Sumut capai Rp42,36 triliun

Kemenperin catat ragam komitmen investasi industri di World Expo Osaka

Kelompok bantuan tuding paramiliter RSF lakukan kekerasan di El Fasher

Kaya antioksidan, ini 8 manfaat black garlic bagi kesehatan tubuh

Nikita keberatan terhadap vonis empat tahun & denda Rp1 miliar